Home | Scholarly Writing | Popular Writing | Humor | Link | Profile  

 

Thursday, April 8, 2010

Celotehan tentang Filsuf dan Sebangsanya

By: Asfa Widiyanto

Filsuf adalah semacam label atau ungkapan yang dialamatkan pada orang yang mau berpikir secara mendalam (radikal) terhadap „yang ada“ (being) dan yang „mungkin ada“ (possible being) (kata Immanuel Kant, „fenomena“ (phenomenon) dan „nomena“ (nomenon)).
Sekedar flashback, dalam sejarahnya, ambil contoh pada zaman Yunani beberapa abad sebelum masehi, para filsuf sangat setia kepada apa yang diyakininya sebagai output cara berpikir yang sehat dan sahih. Dikisahkan, Socrates sampai „memilih“ meminum racun ketimbang harus mencabut buah pemikirannya yang tertelurkan dari alur berpikir yang dianggap sahih, secara dia melihat bahwa penguasa yang mengancamnya tidak bisa menawarkan argumen yang lebih memadai. Dalam setting intelektual dan sosio-politis semacam itulah kemudian sekumpulan filsuf memunculkan wacana “seyogyanya kepala negara adalah filsuf“.

Pendapat ini dinilai sementara orang adalah naif, secara menafikan kenyataan bahwa orang idealis pun kalau bersinggungan dengan kekuasaan akan cenderung tiran. Tapi gerombolan filsuf pun punya argumentasi sendiri, antara lain, setidaknya makhluk idealis yang setia pada cara berpikir yang sahih dibutuhkan dalam pemerintahan, dan orang seperti ini kadar kemungkinannya dan „reception“-nya pada tirani, relatif lebih kecil daripada orang yang kurang idealis.Salah satu buah pemikiran yang terlahirkan pada masa Yunani adalah „demokrasi“, „republik“ dan „akademi“ (yang kemudian diturunkan menjadi "Akademi Fantasi Indonesia"--)).Dalam "kaca mata" dan „contact lens“ sementara filsuf (emang filsuf ada yang memakai contact lens juga, kemayu), „tidak memilih“ pada hakekatnya adalah „memilih“, „tanpa pilihan“ pada dasarnya adalah „pilihan“, "tanpa syarat" itu adalah "syarat", "tanpa embel-embel" itu adalah juga "embel-embel" dan seterusnya.

Dari satu sisi, „maqam“ para filsuf di atas jelas lain dengan „maqam“ orang yang diultimatum saja akhirnya mencabut emailnya dari peredaran atawa menghapus foto dari beberapa obyek yang menarik seperti seonggok makhluk tidur di kursi dan sebangsanya. Padahal itu dari satu sisi maha karya atawa karya seni yg bernilai tinggi-)) (Di haribaan "makhluk nan terhormat" ini hak berbicara dan berpendapatnya (redefreiheit bzw. meinungsfreiheit) seakan tumpul-))).

 

 

<< Home

0 Comments:

Post a Comment

 

    
Powered by: Blogspot.com, Copyright: Asfa Widiyanto, 2010. Recommended browser: Mozilla Firefox / Internet Explorer