Home | Scholarly Writing | Popular Writing | Humor | Link | Profile  

 

Tuesday, November 29, 2016

Mengembangkan kewarasan atau mengikuti ketidakwarasan?

oleh: Asfa Widiyanto

Di dalam kehidupan kita, acapkali kita dihadapkan pada pilihan antara kewarasan dan ketidakwarasan. Contoh kecil, adalah diserobotnya jalur sepeda ontel oleh pengendara motor.Berhadapan dengan pengendara motor yang keras kepala, seringkali pengonthel, yang seharusnya lebih berhak, harus menunjukkan kewarasannya, harus ngalah. Di sisi lain, pengendara motor di belakang mengikuti ketidakwarasan yang dicontohkan pengendara motor yang sebelumnya, dan menganggapnya sebagai kewajaran.

Contoh lain adalah dalam kehidupan beragama dan berpolitik. Kelompok pertama menganggap bahwa menggunakan agama sebagai alat politik, itu syah-syah saja. Perkara umat nantinya terpecah belah, bahkan perang saudara, itu bukan urusan mereka. Yang penting mereka bisa mendapatkan kursi kekuasaan. Bagi mereka, hal itu adalah kewajaran. Sedangkan kelompok yang kedua, berpendapat bahwa agama adalah nilai luhur yang menjadi landasan etika berpolitik. Agama tidak selayaknya kita paksa melayani syahwat kekuasaan kita. Fitnah dan pembunuhan karakter tidak selayaknya kita halalkan demi mengalahkan pesaing kita, sekalipun pesaing kita dari agama yang berbeda. Kemaslahatan umat dan bangsa harus kita utamakan dibanding kemenangan kelompok kita.

Dari dua ilustrasi ini, bisa direnungkan, manakah yang layak disebut kewarasan? Haruskah ketidakwarasan di sekeliling kita diikuti begitu saja, secara membabi buta?
Herzliche Grüße/ salam hangat, asfa widiyanto

 

 

<< Home

0 Comments:

Post a Comment

 

    
Powered by: Blogspot.com, Copyright: Asfa Widiyanto, 2010. Recommended browser: Mozilla Firefox / Internet Explorer