Dalam sebuah forum
saya pernah melakukan mengemukakan pengandaian. Seandainya di depan kita hanya
ada dua pilihan:
a. pemimpin Muslim tapi zalim
b. pemimpin kafir tapi adil.
Kira-kira kita pilih mana?
a. pemimpin Muslim tapi zalim
b. pemimpin kafir tapi adil.
Kira-kira kita pilih mana?
Terhadap pengandaian itu, ada seorang teman yang melihat bahwa pengandaian
tersebut tidak sahih adanya, mengingat bahwa “pemimpin yang zalim
itu pasti bukan muslim” dan “pemimpin
yang adil itu pasti bukan kafir”. Terkait dengan tanggapan teman tersebut, saya menyampaikan perspektif saya, yang untuk lebih jelasnya saya bagi dalam empat point utama.
PERTAMA. Perspektif
seseorang bahwa “pemimpin yang zalim itu pasti bukan muslim” itu ada
benarnya, jika kita melihat dalam kerangka idealnya (bahasa Jermannya “das Sollen”) yang kadang agak berbeda dengan
realitas yang ada (bahasa Jermanya “das
Sein”).
KEDUA. Kategori
“Muslim” itu sendiri merangkul berbagai level keber-Islam-an, yang bisa
disederhanakan jadi dua: “Muslim minimalis” dan “Muslim maksimalis”. “Muslim
ala kadarnya” dan “Muslim yang ideal”. Kalau
“Muslim maksimalis” (Muslim yang ideal) jelas tidak akan melakukan kezaliman
karena dia sadar bahwa keadilan itu adalah sebuah karakter yang paling dekat
dengan takwa (ayat: ‘idilu huwa aqrabu li al-taqwa).
KETIGA. Para pemikir Islam, ada yang berusaha
membedakan antara “Islam” dan “Muslim”, antara “pemahaman/penafsiran Islam” dan
“ajaran Islam”. Muhammad Abduh (1849-1905) misalnya menyatakan, “Saya menemukan
Islam di Eropa namun tidak menemukan Muslimin di sana”. Pernyataan Abduh yang lain juga menarik
disimak, “Islam itu kadang terbelenggu oleh (pemahaman dan praktek) umat Islam (al-Islam mahjubun bi al-muslimin).
KEEMPAT. Ulama-ulama abad pertengahan Islam sudah ada yang
membahas tentang persoalan “pemimpin Muslim tapi zalim” dan “pemimpin kafir
tapi adil”. Ibn Taymiyya (1263-1328) dan Ibn Khaldun (1332-1406) dianggap sebagai contoh dari ulama yang sudah
memperbincangkan persoalan tersebut. Ibn
Taymiyya, misalnya menyatakan “Allah mendukung pemerintahan
yang adil meskipun
itu kafir, dan sebaliknya tidak mendukung pemerintah yang zalim bahkan jika itu adalah Muslim. Keadilan sekalipun dikombinasikan dengan kekafiran dapat menyokong
keberlangsungan pemerintahan dan kemanusiaan, namun
ketidakadilan meskipun ia datang dengan Islam tidak
akan dapat menjaga keberlangsungan pemerintahan dan
kemanusiaan“.
0 Comments:
Post a Comment