Home | Scholarly Writing | Popular Writing | Humor | Link | Profile  

 

Thursday, April 2, 2015

Murjiah Sesat? Kita juga Sesat?

Pemakalah: Murjiah menafikan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam sejarah mereka tidak mau memihak dalam pertikaian politik antara Muawiyah dan Ali. Para ulama telah menjelaskan dan memperingatkan kepada umat atas kesesatan mereka.

Saya: Tadi dijelaskan bahwa salah satu karakteristik Murjiah  adalah menafikan amar ma’ruf nahi munkar. Kalau gitu, kita juga termasuk Murjiah, karena kita juga sering malas melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan kalau kita ditindas pun, cenderung tidak mau melawan. „lemah-lemah teles, Gusti Allah sing mbales“, alasan kita.  
Ciri kedua Murjiah: tidak mau memihak pertikaian politik. Kita juga seperti itu. Kita cari jalur aman, sing penting slamet, tidak mau ikut aktif politik, tidak mau oposisi, tidak mau kritisi pemerintah. Kesimpulannya: kita semua Murjiah dan karenanya sesat.

Pemakalah: Bukan gitu Pak. Ini Murjiah, yang ada di zaman dulu.
Saya: Ide Murjiah itu ada sampai sekarang. Dan idenya itu dianut oleh kita, termasuk anda. Ideas last longer than persons. Jadi sepakat semua? Kita semua Murjiah dan karena itu kita sesat? Kalau sesat, ya tidak usah solat zuhur nanti. Karena ibadahnya orang sesat itu tidak diterima Allah. Saya tunggu argumentasi anda sampai jam 12, jadi masih ada waktu 30 menit lagi.

Peserta 1: Gini Pak. Saya berusaha jelaskan. Murjiah itu sesat karena beranggapan bahwa iman itu yang utama dalam hati. Kemaksiatan dan perbuatan jelek lainnya tidak mempengaruhi keimanan.
Saya: Makasih! Menarik! Dah ada upaya menuju titik terang. Doktrin Murjiah, „la yadhurru ma’a al-iman ma’siyya“ (kemaksiatan tidak mempengaruhi keimanan seseorang). Tapi sebentar. Coba perhatikan. Apa kita juga tidak seperti itu?  Kita kan juga senang melakukan kemaksiatan, dan menganggap bahwa kemaksiatan bias bersanding dengan keimanan. Sehingga ada ungkapan, “STMJ: Solat Terus Maksiat Jalan”.  Yang penting kita syahadat, solat, berpakaian alim dan sopan, perkara kita kemudian melakukan maksiat, melakukan korupsi, itu urusan lain. Solat rajin, korupsi juga rajin. Padahal korupsi itu salah satu bentuk kemaksiatan terbesar, madharatnya sangat besar. Berarti kita juga Murjiah? Kita juga sesat?

Peserta 2: Mungkin ini Pak. Ini tertulis dalam makalah. Murjiah Baihasyiah: Iman itu adalah ilmu, barang siapa yang tidak mengetahui yang baik dan yang batil, maka dia telah kafir”.
Saya: Makasih. Coba kita perhatikan. Iman adalah ilmu. Jadi yang penting mengetahui kebaikan dan keburukan. Pengamalannya itu bukan urusan kita. Bukankah itu juga kita lakukan? Kita hapal di luar kepala, „kebersihan sebagian daripada iman“, tapi toilet dan musola kita kotor. Kita paham bahwa mencuri itu dosa, tapi kita tetap aja tergoda mengambil yang bukan hak kita, tergoda untuk korupsi.

Peserta 3: Saya berusaha menjawab Pak. Dalam makalah disebutkan: perbuatan kufur tidak menjadikan pelakunya kafir, dan tidak membahayakan keimanannya.

Saya: Makasih.  Itu menarik. Tapi kelihatannya kesalahan dari orang  yang menerjemahkan. Dalam kitab-kitab kalam, salah satu dari doktrin Murjiah adalah „la yadhurru ma’a al-iman ma’siyya“ (kemaksiatan tidak mempengaruhi keimanan seseorang).
Coba perhatikan kalimat tadi, „perbuatan kufur tidak menjadikan pelakunya kafir“. Ini kan kalimat yang tidak logis, mirip dengan kalimat, „perbuatan menjerumuskan diri tidak menjadikan pelakunya terjerumus.
Sampai di sini. Sepakat semua? Kita semua adalah sesat?

Peserta 4: Gini Pak. Saya tidak mau disamakan dengan Murjiah.

Saya: Makasih. Coba anda perhatikan. Salah satu tokoh utama Murjiah adalah cucu Ali ibn Talib, yang bernama Al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyya. Berarti anda merasa lebih saleh dari cucu Ali ibn Abi Talib? Dari Cicit Nabi Muhammad?

 

 

<< Home

0 Comments:

Post a Comment

 

    
Powered by: Blogspot.com, Copyright: Asfa Widiyanto, 2010. Recommended browser: Mozilla Firefox / Internet Explorer