Pilpres
sudah menjadi candu (opium) yang menjadikan sebagian kaum terpelajar
kehilangan daya kritisnya. Sebagian mereka dengan begitu saja menerima
informasi yang beredar di dunia maya, tanpa melihatnya secara kritis,
dan bahkan sebagian mereka ikut menyebarkan berita-berita yang kurang
bisa dipercaya kebenarannya. Semoga pilpres ini segera berlalu...dengan
membawa hasil terbaik dan maslahat...dan bangsa terjaga kerukunannya.
.Ketika
sebagian masyarakat menyatakan, "milih pemimpin itu dengan lihat "masa
depan"-nya, visi misinya seperti apa, bukan dengan melihat "masa
lalu"-nya. Kaum terpelajar sebenarnya punya kewajiban
moral untuk menjelaskan bahwa untuk memilih pemimpin, track record
(bahasa awamnya, "masa lalu") itu penting, untuk melihat pengalaman dan
riwayat profesionalnya, apakah ia mempunyai track record yang memadai
untuk mewujudkan visi misi (yang biasanya sangat ideal) tersebut. "Masa
lalu" itu istilah awam, istilah public administration dan political
science-nya adalah track record (rekam jejak). Untuk daftar CPNS aja
perlu mencantumkan daftar riwayat hidup, misalnya.
Ayat "sami'na
wa ata'na" (kami dengar dan kami taat) sering digunakan sebagian orang
untuk melegitimasi perlunya mengamini dan menaati informasi yang
diterima dari pemimpin ormas Islam atau tokoh agama. Menurut
hemat saya, ayat "sami'na wa ata'na" (kami dengar dan kami taat) itu
terutama digunakan dalam konteks mendengar dan menaati perintah Allah
dan rasul-Nya, Terhadap perintah Allah dan rasul-Nya kita dilarang
mengatakan "sami'na wa asayna" (kami dengar dan kami abaikan).
Namun
dalam hal yang lain, terutama dalam menyimak pembicaraan orang, wacana
yang berkembang di masyarakat, sebaiknya kita berpegang pada isi doa
berikut:Allahuma ij'alni min al-ladzina yastami'una al-qaula
fa-yattabi'una ahsanah (Ya Allah jadikan saya dalam golongan orang yang
mendengarkan pembicaraan/wacana, dan mengikuti yang terbaik). Salah satu
kelemahan kita adalah kita seringkali menceramahi orang, tapi kita
kurang siap mendengarkan orang lain. Mendengarkan orang berbeda dengan
kita, karena kita menganggap bahwa kebenaran sudah berpihak pada kita,
atau karena yang berbicara adalah orang yang lebih muda, kelihatan
kurang berpengalaman, penampilan luarnya kurang bagus dan sebagainya,
Ilmu
pengetahuan itu bisa berkembang salah satunya dengan dialog, dengan
mengembangkan argumen, dan menyimak argumen orang lain. Itulah ruang gerak
dan aktivitas utama akademisi, baik "developing young scholars" maupun
"experienced scholars". Jadi "experienced scholars" pun tetap harus
mengembangkan argumen mereka, tidak berhenti belajar.
Dan dalam menyikapi pemberitaan di media massa dan dunia
masa, kaum terpelajar perlu mencari dan memilih sumber yang dapat
dipercaya. Dan dalam mencerna berita, mereka perlu membedakan antara
"realitas media" dan "realitas sebenarnya"', karena memang tugas
mass-media itu untuk "constructing reality"
0 Comments:
Post a Comment