Pemakalah: Murjiah menafikan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam
sejarah mereka tidak mau memihak dalam pertikaian politik antara Muawiyah dan
Ali. Para
ulama telah menjelaskan dan memperingatkan kepada umat atas kesesatan mereka.
Saya: Tadi dijelaskan
bahwa salah satu karakteristik Murjiah
adalah menafikan amar ma’ruf nahi munkar. Kalau gitu, kita juga termasuk
Murjiah, karena kita juga sering malas melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Bahkan kalau kita ditindas pun, cenderung tidak mau melawan. „lemah-lemah
teles, Gusti Allah sing mbales“, alasan kita.
Ciri kedua Murjiah:
tidak mau memihak pertikaian politik. Kita juga seperti itu. Kita cari jalur aman, sing penting slamet, tidak mau
ikut aktif politik, tidak mau oposisi, tidak mau kritisi pemerintah.
Kesimpulannya: kita semua Murjiah dan karenanya sesat.
Pemakalah: Bukan gitu Pak. Ini Murjiah, yang ada di
zaman dulu.
Saya: Ide Murjiah itu ada sampai sekarang. Dan idenya
itu dianut oleh kita, termasuk anda. Ideas last longer than persons. Jadi
sepakat semua? Kita semua Murjiah dan karena itu kita sesat? Kalau sesat, ya
tidak usah solat zuhur nanti. Karena ibadahnya orang sesat itu tidak diterima
Allah. Saya tunggu argumentasi anda sampai jam 12, jadi masih ada waktu 30 menit
lagi.
Peserta 1: Gini Pak. Saya berusaha jelaskan. Murjiah
itu sesat karena beranggapan bahwa iman itu yang utama dalam hati. Kemaksiatan
dan perbuatan jelek lainnya tidak mempengaruhi keimanan.
Saya: Makasih! Menarik!
Dah ada upaya menuju titik terang. Doktrin Murjiah, „la yadhurru ma’a al-iman
ma’siyya“ (kemaksiatan tidak mempengaruhi keimanan seseorang). Tapi sebentar.
Coba perhatikan. Apa kita juga tidak seperti itu? Kita kan juga senang melakukan kemaksiatan, dan menganggap
bahwa kemaksiatan bias bersanding dengan keimanan. Sehingga ada ungkapan, “STMJ:
Solat Terus Maksiat Jalan”. Yang penting
kita syahadat, solat, berpakaian alim dan sopan, perkara kita kemudian
melakukan maksiat, melakukan korupsi, itu urusan lain. Solat rajin, korupsi juga
rajin. Padahal korupsi itu salah satu bentuk kemaksiatan terbesar, madharatnya
sangat besar. Berarti kita juga Murjiah? Kita juga sesat?
Peserta 2: Mungkin ini Pak. Ini tertulis dalam
makalah. Murjiah Baihasyiah: Iman itu adalah ilmu, barang siapa yang tidak
mengetahui yang baik dan yang batil, maka dia telah kafir”.
Saya: Makasih. Coba kita perhatikan. Iman adalah ilmu.
Jadi
yang penting mengetahui kebaikan dan keburukan. Pengamalannya itu bukan urusan
kita. Bukankah itu juga kita lakukan? Kita hapal di luar kepala, „kebersihan
sebagian daripada iman“, tapi toilet dan musola kita kotor. Kita paham bahwa
mencuri itu dosa, tapi kita tetap aja tergoda mengambil yang bukan hak kita,
tergoda untuk korupsi.
Peserta 3: Saya
berusaha menjawab Pak. Dalam makalah disebutkan: perbuatan kufur tidak
menjadikan pelakunya kafir, dan tidak membahayakan keimanannya.
Saya: Makasih. Itu menarik. Tapi kelihatannya kesalahan dari
orang yang menerjemahkan. Dalam
kitab-kitab kalam, salah satu dari doktrin Murjiah adalah „la yadhurru ma’a al-iman
ma’siyya“ (kemaksiatan tidak mempengaruhi keimanan seseorang).
Coba perhatikan kalimat
tadi, „perbuatan kufur tidak menjadikan pelakunya kafir“. Ini kan kalimat yang
tidak logis, mirip dengan kalimat, „perbuatan menjerumuskan diri tidak
menjadikan pelakunya terjerumus.
Sampai di sini. Sepakat
semua? Kita semua adalah sesat?
Peserta 4: Gini Pak.
Saya tidak mau disamakan dengan Murjiah.
Saya: Makasih. Coba
anda perhatikan. Salah satu tokoh utama Murjiah adalah cucu Ali ibn Talib, yang
bernama Al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyya. Berarti anda merasa lebih saleh
dari cucu Ali ibn Abi Talib? Dari Cicit Nabi Muhammad?