Home | Scholarly Writing | Popular Writing | Humor | Link | Profile  

 

Tuesday, November 29, 2016

Menginvestasikan Waktu untuk Kebencian atau untuk Persaudaraan?

oleh: Asfa Widiyanto

Persoalan ahok bukan semata persoalan agama belaka, tapi juga persoalan politis. Dua hal inilah yang bikin ruwet. Politisi sangat paham bahwa isu minoritas dan sentimen keagamaan merupakan hal yang mudah "digoreng" dan "dijual" dan banyak calon pembelinya.
Sebagian "pembeli" dengan semangatnya membela pandangannya dan kelompoknya, seraya meyakini bahwa sikap semacam ini adalah tuntutan keimanan yang bersemi di dalam lubuknya. Yang lebih jauh dari itu, adalah meyakini bahwa yang berbeda dengan mereka adalah munafik, imannya dipertanyakan dan sebagainya.

Diskusi tentang Ahok saya lihat semakin menyeruak dan memuncak di social media. Di beberapa grup wa, tensinya sangat tinggi, dan membuat anggota wa terbelah menjadi kubu-kubu. Situasi semacam ini tentunya kurang sehat dan berpotensi merusak silaturahim antar teman. Padahal silaturahim itu tetap diperlukan, bukan cuma pas pilkada tapi juga selama hidup kita, karena kodrat manusia memang tidak bisa hidup sendirian, terpisah dari kelompok dan masyarakat lain.
Dari polarisasi dan keterpecahan tersebut, yang jelas-jelas untung adalah sebagian politisi yang oportunis, dan musuh-musuh kita yang ingin umat dan bangsa ini bercerai berai. Lha, terus umat dan bangsa Indonesia dapat keuntungan dan maslahat apa?

Herzliche Grüße/ salam hangat, Asfa Widiyanto

 

 

<< Home

Internet itu Seperti Tempat Sampah?

oleh: Asfa Widiyanto

Mengkonsumsi media (terutama online media) itu perlu kearifan, supaya bisa memilah. Kata sebagian ilmuwan, internet itu banyak sampahnya, pembaca harus jeli. Kyai, profesor dan orang waras bisa menuangkan hasil pikirnya di internet. Tapi di internet juga ada tulisan dari tukang fitnah, orang gila, psikopat dan sebangsanya. Kadang ada saatnya kita menjauhi social media sejenak, terutama WA groups, supaya pikiran kita tdk terlalu penuh, sehingga kita bisa berpikir jernih. Kalau kita merasa bahwa pikiran kita sudah tidak jernih lagi, ada baiknya kita periksa smartphone kita, dah berapa puluh WA groups yang kita ikuti? Kebanyakan ikut WA groups bisa berpotensi menurunkan kejernihan dan kewarasan kita.

 Herzliche Grüße/salam hangat, Asfa Widiyanto

 

 

<< Home

Mengembangkan kewarasan atau mengikuti ketidakwarasan?

oleh: Asfa Widiyanto

Di dalam kehidupan kita, acapkali kita dihadapkan pada pilihan antara kewarasan dan ketidakwarasan. Contoh kecil, adalah diserobotnya jalur sepeda ontel oleh pengendara motor.Berhadapan dengan pengendara motor yang keras kepala, seringkali pengonthel, yang seharusnya lebih berhak, harus menunjukkan kewarasannya, harus ngalah. Di sisi lain, pengendara motor di belakang mengikuti ketidakwarasan yang dicontohkan pengendara motor yang sebelumnya, dan menganggapnya sebagai kewajaran.

Contoh lain adalah dalam kehidupan beragama dan berpolitik. Kelompok pertama menganggap bahwa menggunakan agama sebagai alat politik, itu syah-syah saja. Perkara umat nantinya terpecah belah, bahkan perang saudara, itu bukan urusan mereka. Yang penting mereka bisa mendapatkan kursi kekuasaan. Bagi mereka, hal itu adalah kewajaran. Sedangkan kelompok yang kedua, berpendapat bahwa agama adalah nilai luhur yang menjadi landasan etika berpolitik. Agama tidak selayaknya kita paksa melayani syahwat kekuasaan kita. Fitnah dan pembunuhan karakter tidak selayaknya kita halalkan demi mengalahkan pesaing kita, sekalipun pesaing kita dari agama yang berbeda. Kemaslahatan umat dan bangsa harus kita utamakan dibanding kemenangan kelompok kita.

Dari dua ilustrasi ini, bisa direnungkan, manakah yang layak disebut kewarasan? Haruskah ketidakwarasan di sekeliling kita diikuti begitu saja, secara membabi buta?
Herzliche Grüße/ salam hangat, asfa widiyanto

 

 

<< Home

MENCARI KEBENARAN ATAU MENCARI PEMBENARAN?



Oleh: Asfa Widiyanto

Membludaknya informasi di internet dan maraknya diskusi di media sosial, kadang membuat sebagian kita agak kebingungan dan kehilangan arah. Ada baiknya kita renungkan, kita mencari kebenaran atau mencari pembenaran?
A. Mencari Kebenaran
Kelompok ini berusaha menahan emosi dan penghakiman terhadap informasi yang tidak sesuai dengan keinginannya. Mereka berusaha memaksimalkan akal sehat untuk melihat informasi yang ada di hadapannya: informasi ini ditulis oleh siapa? Apa kira-kira maksud implisitnya? Apakah informasi ini mengandung kebenaran? Apakah informasi ini membawa dampak positif atau negatif buat masyarakat? Dan seterusnya....
Kelompok ini meyakini (sebagaimana keyakinan Imam Syafii): pendapat saya adalah benar, tapi mengandung kesalahan. Sedangkan pendapat orang lain itu salah, namun mengandung kebenaran.
B. Mencari Pembenaran
Kelompok ini kadang „tergoda“ untuk mengamini dan menerima sekelompok informasi yang sesuai dengan keinginan mereka. Mereka seringkali bersemangat meng-copy-paste dan men-share postingan yang selaras dengan keinginan mereka, tanpa terlebih dulu membaca secara seksama postingan atau berita tersebut. Sedangkan sekelompok informasi lain, sering mereka tolak mentah-mentah tanpa terlebih dulu melihat:  informasi ini ditulis oleh siapa? Apa kira-kira maksud implisitnya? Apakah informasi ini mengandung kebenaran? Apakah informasi ini membawa dampak positif atau negatif buat masyarakat?
Kelompok ini meyakini bahwa: kebenaran itu cuma satu, dan itu (hampir) secara penuh ada di pihak saya.
Herzliche Grüße/Salam hangat, Asfa Widiyanto

 

 

<< Home

 

    
Powered by: Blogspot.com, Copyright: Asfa Widiyanto, 2010. Recommended browser: Mozilla Firefox / Internet Explorer